TeenFictionku.. Sebuah Cerpen


Hai sobat penaku,
Salam literasi,
Hari ini DiaryPenaku akan berbagi cerpen lagi. Genrenya teenfiction ya...

Nah, selamat membaca...

Judul : SUCK

Aku melangkah cepat. Berjalan, menyibak kerumunan siswa di depanku. Mataku fokus menatap ke depan, dengan sesekali melirik angka di jam tanganku. Satu dua teriakan tidak terima terdengar dari siswa yang aku tabrak. Namun, aku tidak peduli. Tidak ada waktu untuk minta maaf. Apalagi harus berhenti untuk mendengarkan ocehan mereka. Tidak penting, batinku.

Aku terus melangkah melewati lorong-lorong kelas. Hari ini, lagi-lagi aku terlambat. Tidak. Bukan karena hobi, malas, atau apapun itu. Namun, karena bagiku waktu adalah musuh. Dan entah apa yang terjadi, bagiku waktu selalu berjalan singkat.

Ra, kamu di mana. Masih sempat ke sini kan? Kantin sekolah, jika kamu melupakannya.
Aku membaca pesan singkat itu sekilas, tanpa berniat membalasnya. Menutup ponsel dengan kesal sambil mengutuk dalam hati. Ayolah. Di saat seperti ini apa perlu bercanda?

Dua menit. Dengan semua hal menyebalkan yang menghadangku. Melewati beberapa kelas lagi, akhirnya aku sampai. Tidak butuh waktu lama. Pandanganku langsung terfokus pada seorang siswi yang duduk takzim menyedot minumannya. Aku menghembuskan nafas lega. Melangkah perlahan menghampirinya.

Sorry, gue telat lagi,”  sapaku tanpa basa-basi, lalu duduk di depannya.

No problem. Justru, kalau kamu nggak telat itu malah masalah,” jawab Ayla santai dengan senyum jail khasnya.

Aku tersenyum tipis sebagai jawaban. Tidak tertarik untuk menanggapi leluconnya, memiih sibuk memperhatikan sekitar. Kantin ini sepi. Cukup luas sebenarnya. Namun, hanya terisi separuh dari seluruh meja yang ada. Mungkin saja siswa lain lebih senang membawa bekal sendiri. Atau, lebih suka menghabiskan waktu dengan berdiri memenuhi lorong, seperti yang membuat sempit jalanku tadi. Atau mungkin takut dengan keberadaanku di sini.

“Udahlah, Ra. Nggak harus selalu merasa bersalah gitu. Ya, memang sih. 80% kantin ini sepi karena salahmu. Tapi, nggak harus dilamunin gitu juga kali. Kamu kan. Awww ! Apaan sih, Ra?” teriak Ayla kesal.

Aku mengangkat bahu. Melotot ke arahnya. Hanya mencubit. Apanya yang salah?

Ayla mendengus, “Kamu memang tidak pernah asik, Ra.” keluhnya kesal. ”Tapi, baiklah. Aku hanya ingin mengingatkanmu. Nanti malam. Aku ingin semuanya spesial. Kamu tidak lupa kan?”
Aku mengangguk.

Ayla tertawa, “Datanglah tepat waktu, Ra. Aku ingin memberitahumu sesuatu.” Ayla berkata serius.

Sekali lagi aku mengangguk. Menolak permintaannya, itu ide buruk. Ayla pasti akan mendebat panjang lebar, memaksaku untuk tetap datang tepat waktu. Untuk masalah bisa atau tidak, itu urusan belakang. Toh, selama ini juga seperti itu. Ayla pasti mengerti.

Aku menghembuskan nafas panjang. Menatap Ayla sekali lagi, lalu berdiri. “Gue harus pergi,” kataku singkat.
Seperti pembicaraan-pembicaraan sebelumnya, aku pergi begitu saja. Meninggalkan Ayla yang masih mengomel tidak terima karena kepergianku.

Ruangan berukuran 3x4m2  ini sepi. Sebuah meja lengkap dengan kursinya ada tepat di tengah ruangan. Tumpukan kertas, map, juga dokumen-dokumen penting terlihat di sana. Ruangan ini sederhana. Namun, terlihat elegan. Kesan klasik tidak luput dari ruangan ini. Tentu saja didukung dari semua perabot yang terbuat dari kayu. Termasuk plakat nama yang terpasang di pintu masuk. Ruang Kepala Sekolah. Begitulah. Ruangan sakral yang hanya orang berkepentingan yang boleh masuk. Itu berarti, jika tidak siswa paling berprestasi pasti siswa paling bermasalah yang mendapat keistimewaan itu. Dan hari ini, aku masuk ke dalam salah satu siswa bermasalah itu.

Aku menghembuskan nafas panjang. Lima belas menit setelah bertemu dengan Ayla, aku bergegas menuju ruangan ini. Tiga puluh menit sebelumnya, ponselku berdering. Sebuah pesan singkat masuk dengan nama Kepsek tercantum di sana. Tiga puluh menit, Ibu tunggu di ruangan. Hanya itu memang isinya. Cukup satu kalimat. Namun aku tahu, ada masalah besar yang menungguku. Itu sebabnya aku berjalan cepat. Kesal dengan semua hal menyebalkan yang menghadangku, juga tidak menjadi pendengar yang baik bagi Ayla. Perihal bagaimana caraku menanggapi, juga caraku meninggalkan dia begitu saja, itu masalah lain. Yang pasti aku selalu berusaha yang terbaik untuk Ayla.

“Amara Laudya, katakan apa yang ingin kamu katakan.” Aku tersentak. Lamunanku buyar. Astaga. Bagaimana aku bisa lupa jika aku sedang berada tepat di depan Kepala Sekolah.
“Amara_”

Aku terdiam. Sial. Dengan reputasiku selama ini, baru kali ini aku terdiam tanpa tahu harus berkata apa.

“Biar saya saja yang menjelaskan.” Ray berkata, memecah kediamanku.

Aku menoleh, menatap Ray. Ah, ya. Aku lupa menceritakan. Selain aku, Kepala Sekolah juga memanggil Ray. Ketua Klub Basket. Orang yang membawaku ke dalam masalah ini.

“Dalam kasus ini, Ra tidak sepenuhnya bersalah. Ra, siswa berprestasi. Tangan kanan Ibu. Selama ini dia jarang berbuat kesalahan. Jadi, saya mohon maafkan dia,” jelas Ray penuh percaya diri.

Aku menepuk dahi. Astaga. Apa yang dia lakukan?

“Itu bukan penjelasan, Ray. Tapi pembelaan. Pahami dulu sebelum kau bicara,” jelas Ibu Kepala Sekolah dingin, lalu beralih menatapku. Mengabaikan Ray yang sedang nyengir lebar tanpa rasa bersalah.

Aku mendengus. Melirik Ray sebal, mengutuk dalam hati. Dasar bodoh. Lagi-lagi, harus aku yang menyelesaikannya.

“Maafkan Ra, Memang Ra yang merencanakan semua  ini. Ra pikir dengan adanya pertandingan basket antar kelas akan meningkatkan kerja sama serta rasa sportivitas. Itu sungguh bagus untuk kemajuan sekolah. Terutama di bidang olah raga. Ra juga sudah berusaha agar semuanya lancar. Jadwal, tempat, serta siapa saja yang ikut sudah Ra atur. Tapi Ra lupa satu hal. Memastikan kembali semuanya benar. Ra terlalu percaya pada penanggung jawab masing-masing. Hingga Ra tidak tahu jika ketua Klub Basket belum memberikan ijin. Ra juga tidak tahu jika Klub Basket bahkan sedang ada pertandingan. Jadi, tolong maafkan Ra,”jelasku detail, mencari alasan terbaik.

Ibu Kepala Sekolah mengangguk, “Ibu hanya ingin meminta kamu menjelaskan, Ra. Tidak lebih. Toh, ini bukan masalah besar. Santailah sedikit, Ra. Tapi, tolong selesaikan masalah ini secepatnya. Atur ulang jadwal. Beri tahu seluruh kelas. Ray kamu bantu dia. Besok, laporan harus sudah di tangan Ibu. Kamu paham Ra?” Pungkasnya, kemudian mengangguk.

Aku dan Ray saling tatap sejenak, kemudian balas mengangguk. Kami tahu, anggukan itu berarti selesai. Dan kami harus segera meninggalkan ruangan.

“Ehem, Ra.” Ray berdehem memecah keheningan yang sempat melanda kami.

Aku tidak menjawab. Sibuk bermain dengan laptopku. Sekali lagi, mengecek ulang hasil kerjaku.

Ray tidak peduli. Dia terus saja melanjutkan perkataannya.
“Selama ini aku hanya mendengar semua reputasi tentangmu. Tapi hari ini aku melihatnya langsung. Kamu mengagumkan, Ra. Semua bualan tentangmu itu, ternyata benar,” celoteh Ray, kemudian tertawa kecil.

Aku mengernyit, “Mengagumkan? Maksud lo pasti mengerikan, bukan?” Aku menjawab sarkatis.

Tawa Ray semakin meledak, “Aku serius, Ra,” tegasnya.

“Lihat, bahkan kamu hanya butuh waktu 15 menit untuk menyelesaikan tugasmu itu. Tanpa bantuanku pula. Bukankah itu bukti?”

Aku tidak menanggapi. Tetap sibuk dengan laptopku. Sebentar lagi. Hanya perlu mengeklik menu file kemudian save as dan yeee! Aku meloncat kegirangan. Berbalik cepat 3600, dan Deg!

Ray, jarak kami hanya sekitar 5cm. Begitu dekat. Dan entah apa yang terjadi, jantungku berdegub kencang.
So, sorry. Gue nggak sengaja,”  ucapku cepat. Dengan tergesa aku menjauh darinya, refleks melangkah mundur, dan_

“Aww!” Sial. Laptopku. Aku menyandungnya. Membuat tubuhku kehilangan keseimbangan. Hanya menunggu waktu saja tubuhku jatuh bedebam menghantam lantai. Tapi Ray, dia menahanku. Membuat diriku mau tidak mau harus menatap matanya, yang saat ini juga tengah menatapku khawatir. Sekali lagi. Jantungku berdetak lebih kencang.

“Ra, kamu tidak apa-apa, bukan? Wajahmu, memerah?” tanya Ray sambil menahan senyum.

Aku tersentak. Buru-buru memperbaiki posisi berdiri. Mengusap wajah. Apa tadi yang dia bilang? Wajahku memerah? Tidak mungkin.

“Gue nggak apa-apa,” jawabku mengarang alasan.

“Baguslah.” Ray berguman, seolah-olah
tidak peduli.

Kembali, aku duduk di depan laptopku. Pikiranku kacau. Astaga.
Benarkah wajahku memerah? Tidak. Tidak mungkin. Hening. Entah mengapa suasana menjadi canggung.

“Eh Ra, lucu juga melihatmu gugup seperti tadi.”Aku tersedak.

“Ra, kamu beneran nggak apa-apa kan?” tanya Ray khawatir.
Aku menggeleng. Sial. Aku harus melakukan sesuatu. Berpikir Ra. Ayo.

“Ray, maafkan aku. Tapi tugasmu di sini selesai. Lebih baik kamu pulang sekarang.” Aku menunjuk ke arah pintu. Semoga dia paham.

“Kamu mengusirku, Ra? Dan, eh. Apa barusan kamu bilang? Aku, kamu. Aku tidak salah dengar, bukan?” tanya Ray jahil.
Sekali lagi aku mematung. Bodoh.  Apa yang barusan aku lakukan. Bahkan dengan Ayla pun, aku memanggil dengan sebutan lo,gue. Sedang Ray, yang baru satu jam lalu aku kenal. Mustahil.

“Lupakan, Ra. Jangan terlalu dipikirkan. Aku hanya bercanda. Baiklah, aku pergi.” Ray melambaikan tangannya, berjalan ke arah pintu.

Aku menghembuskan napas lega. Akhirnya. Pikirku. Namun, baru 5 langkah Ray pergi, dia berbalik.

“Tunggu. Nanti malam kau datang ke pesta Ayla, bukan?” Ray bertanya lembut.
Aku menaikkan satu alis, untuk sedetik kemudian mengangguk.

“Kamu, eh lo juga datang?”

Ray mengangguk, “Dandanlah yang cantik, Ra. Aku ingin melihatmu di sana,” kata Ray lembut menatapku. Satu larik senyum terlukis dibibirnya, sebelum akhirnya dia benar-benar pergi. Meninggalkanku yang berdiri mematung, tanpa tahu apa yang barusan terjadi.

Aku berjalan santai menuju keramaian di depanku. Kali ini aku melangkah dengan anggun. Sepasang highhils juga gaun berwarna maron ini membuatku agak sulit berjalan. Entah apa yang terjadi aku menuruti keinginan Ray untuk berdandan. Tidak tebal memang. Tapi cukup untuk membuatku tampil beda malam ini.

Aku berhenti melangkah. Mulai mengamati sekitar. Pesta ini ramai dan terkesan mewah. Ayla benar-benar serius dengan perkataannya tadi siang. Makanan, minuman semuanya tersedia. Namun, bukan itu yang kucari saat ini.

“Hai, Ra. Akhirnya kamu datang juga,” sapa Ayla yang berhasil melihatku. Aku tersenyum.

“Selamat ulang tahun, Ay. Semoga yang terbaik untukmu, dan Ray?” Aku
 mengernyit saat tahu jika Ray ada disamping Ayla.

“Thanks, Ra. Kamu emang sahabatku yang terbaik,” jawabAyla riang.

 “Btw, kalian udah saling kenal?” tanya Ayla ingin tahu.

Aku dan Ray mengangguk.
“Dia yang udah bantuin gue tadi. Ya meski lebih banyak mengacau.”

“Eh, Ra. Bukankah kamu yang lebih merepotkanku. Membuatku berkali-kali harus menolongmu. Kau tahu? Itu melelahkan. Tapi, sudahlah malam ini kamu cantik, Ra. Dan aku tidak mungkin terus menyalahkan wanita cantik sepertimu,” pungkasnya.

Sempurna. Lagi-lagi Ray berhasil membuatku mematung.

Ayla tertawa. Menunjuk wajahku yang memerah. “Sepertinya aku ketinggalan banyak hal hari ini. Tapi sudahlah. Seperti yang kukatakan tadi siang. Ra, aku ingin memberitahumu sesuatu.”

Aku menghembuskan napas lega. Untug saja Ayla tidak melanjutkan menggodaku. Paling tidak, untuk saat ini aku selamat.
“Ra, kamu mungkin sudah mengenalnya. Mengetahui sikap aslinya. Dia badboy sejati. Selalu baik pada setiap wanita. Bahkan nenek-nenek dipanti jompo pun pernah digodanya. Dia Ray, pacarku. Seberapa pun menyebalkannya dia, aku tahu. Hanya aku gadis yang dicintainya. Begitu juga dengan diriku.” Ayla mengatakan kalimat itu lembut. Begitu indah. Matanya memandang tulus ke arah Ray. Dan Ray, dia juga sama.  Aku melihatnya. Tentu saja lengkap dengan senyum menawannya itu.

Ya. Ayla memang mengatakannya lembut. Tapi untukku. Untuk orang yang baru saja mengenal cinta. Kalimat itu begitu menyiksa. Menghujam tepat di hatiku, menghasilkan luka tak terlihat yang begitu perih. Juga menghapuskan semua senyum yang tercipta bagiku hari ini, dan mungkin hari-hari berikutnya
You suck, Ray.”

Nah, itu ya, cerpen yang bisa aku bagikan. Mohon maaf jika belum wouuw. Karena masih sama-sama tahap belajar..

Sekian...
Salam literasi...😊💞



Comments

Popular posts from this blog

Cara Mudah Kuasai Penokohan Cerita

Resensi Novel Komet Minor Tere Liye

Stuck menulis? Jangan khawatir!! Ada tips Wouw nya lhoo